Mungkin Anda termasuk orang yang senang makan ketika sedang stres. Celakanya, camilan yang dimakan ketika stres adalah donat, gorengan, dan segala jenis makanan berlemak.

Coba ikuti petunjuk berikut ini, sebelum Anda mulai mengunyah ketika dilanda stres.

Pilih Jenis Karbohidrat kompleks

Saat sedang stres, pilih makanan jenis karbohidrat karena zat gizi ini bersifat sebagai penenang dengan mengeluarkan zat bernama serotonin. Serotonin adalah neurotransmitter di otak yang menenangkan. Karbohidrat kompleks seperti kentang rebus, roti gandum, jagung rebus, atau ubi rebus butuh waktu lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan donat, wafer, kue-kue, cakes, sehingga membuat kita lebih tahan lapar. Ini akan mencegah gula darah cepat turun karena terlalu banyak mengonsumsi gula. Konsumsi gula justru membuat rasa cemas jadi lebih parah dalam jangka panjang.

Jangan terlalu lapar

Buat orang yang senang diet ketat, ketahuilah menahan lapar berkepanjangan justru menyebabkan kecemasan jadi bertambah parah. Itu karena kadar gula terlalu rendah, sehingga otak tak mampu menjaga kadar serotonin yang membuat kita jadi tenang.

Tambahkan asam lemak omega-3

Meskipun belum konklusif, ada bukti bahwa asam lemak esensial ini membantu mengatasi cemas dan depresi. Sumber asam lemak omega-3 adalah ikan salmon, ikan kembung, kacang-kacangan, telur.

Tambahkan multivitamin dan mineral

Kekurangan vitamin dan mineral dapat menyebabkan tubuh cemas. Vitamin B berfungsi membuka kunci energi di makanan, khususnya vitamin B6 membantu menghasilkan serotonin di otak.

Cukup pasokan air

Dehidrasi kronis, meskipun hanya ringan, dapat menyebabkan rasa cemas. Pastikan tubuh selalu mendapat pasokan air delapan gelas sehari.

Kurangi kafein

Cola, kopi, teh, cokelat, atau apa pun yang mengandung kafein dapat membuat sistem saraf jadi kewalahan. Kafein memang menyebabkan Anda jadi waspada. Namun, jika berlebihan akan mengubah Anda menjadi gugup, cemas, dan bila parah sekali membuat panik.

Pantang alkohol

Banyak orang minum alkohol untuk menenangkan saraf, tetapi hasilnya justru malah kebalikannya. Untuk sejumlah orang, hangover, insomnia, buang air kecil berlebihan, dehidrasi merupakan tahap menuju rasa cemas. Alkohol dapat menyebabkan serangan panik. Pilihlah jus buah-buahan seratus persen, sebagai pilihan bijak kala menghadapi situasi stres.

Pilih minuman herbal

Sekarang di berbagai supermarket terkemuka tersedia aneka pilihan teh herbal yang menenangkan saraf. Jenis teh herbal itu adalah chamomile dan lemon balm. Sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter terutama jika Anda sedang menjalani pengobatan, hamil, atau menyusui.

Olahraga

Gerak badan juga merupakan solusi alami mengatasi stres dan kecemasan. Olahraga meringankan ketegangan otot, mengurangi tekanan darah, dan jika cukup, menghasilkan endorfin dari otak. Ini adalah zat yang membuat Anda merasa gembira dan rileks.


Sumber: Senior


Bahan:

1 bks Agar-agar bubuk hijau
600 ml air
150 gr Gula Pasir
250 gr Tape Ketan Hijau

Isi:

1 bh Kelapa Muda
300 ml Santan
Sirup Merah
Susu Kental Manis
Es Serut

Cara Membuat:

1. Didihkan air, campur dengan agar-agar. Aduk rata dan tambahkan gula pasir. Setelah
mendidih, masukkan tape, aduk rata dan masak sebentar.
2. Tuangkan ke dalam loyang, hilangkan uap panas dan masukkan dalam lemari pendingin.
3. Setelah dingin, potong bentuk dadu dan tuangkan ke dalam gelas. Tambahkan kelapa
muda dan santan atau susu.
4. Beri es serut, tambahkan susu kental manis dan sirup merah.
5. Hias dengan daun pandan dan sajikan.

Resep Persembahan indosiar.com


Sumber: www.resepmasakanku.com


Jakarta - Rebon yang mungil, gurih dengan aroma khas membuat rasa bakwan sayuran ini sangat enak dan renyah. Variasikan isi sayuran sesuai selera dan goreng bakwan sesaat akan disantap agar bakwan terasa renyah dan garing. Sajikan dengan mayones atau saus cabai botolan


Bahan:
1 batang daun bawang, iris halus
1 sdm rebon, rendam air hangat hingga lunak, tiriskan
5 buah buncis, iris halus
75 g biji jagung manis
50 g tauge
Minyak goreng
Adonan tepung, aduk rata:
100 g tepung terigu
2 sdm tepung beras
1 butir telur ayam, kocok
1 siung bawang putih, parut
1/2 sdt merica bubuk
1 sdt garam

Cara membuat:
Campur semua sayuran menjadi satu.
Aduk sayuran dengan adonan tepung.
Goreng tiap 1 sdm penuh (sambil bulatkan dengan sendok makan) adonan dalam minyak panas dan banyak hingga kering dan matang.
Angkat dan tiriskan.

Sajikan hangat.


Untuk 10 buah (ely/Odi)

Sumber dari Detik Food



Allah berfirman, yang artinya, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An Nur: 30-31)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman baik pria maupun wanita untuk menundukkan pandangan mereka. Dan perintah menunjukkan kewajiban, kemudian Allah menjelaskan bahwa hal ini lebih menyucikan dan membersihkan hati. Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ali, “Wahai Ali! janganlah engkau mengikuti satu pandangan dengan pandangan lain karena engkau hanyalah memiliki yang pertama dan tidak untuk yang selanjutnya." (HR. Al Haakim dalam Al Mustadrak). Rosulullah shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, “Zina kedua mata adalah memandang, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah bicara, zina tangan adalah memegang, dan zina kaki adalah melangkah.” (Muttafaq ‘alaih dengan lafazh Muslim)

Memandang digolongkan zina tidak lain karena ia menikmati memandang kecantikan wanita yang akan menyebabkan masuknya ke dalam hati orang yang memandangnya, sehingga ia tergantung dengannya lalu berusaha berbuat kekejian dengannya. Allah berfirman, yang artinya, “Dia mengetahui mata yang berkhianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (Ghafir: 19)

Adapun dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan hal ini adalah sabda Rosulullah shollallohu 'alaihi wa sallam, “Tidaklah aku meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi kaum pria melebihi kaum wanita.” Hadits ini menggambarkan wanita sebagai fitnah. Dalam Al-Mu’jam Al-Kabir Imam Ath Thabrani meriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar bahwasanya Rosulullah shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh bila kepala salah seorang ditusuk dengan besi yang panas itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” Al-Haitami berkata dalam Majma’ Az-Zawaid, “Perawinya adalah perawi kitab Ash- Shahih.” Al-Mundziri berkata, perawinya tsiqah (dapat dipercaya). Rosulullah bersabda, “Sungguh jika seorang pria disentuh oleh seekor babi yang berlumur tanah dan lumpur itu lebih baik baginya dari pada bila pundaknya disentuh oleh pundak wanita yang tidak halal baginya." (HR. Ath-Thabrani)

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa Nabi melarang pria menyentuh wanita baik dengan penghalang atau tidak Bila ia bukan mahrom baginya karena akan mengakibatkan pengaruh yang buruk. Dan tentu saja tidak termasuk dalam larangan tersebut hal-hal yang bersifat darurat dibutuhkan serta terjadi pada tempat-tempat ibadah seperti di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kaum muslimin yang belum sadar serta menambah petunjuk kepada yang telah mendapatkan petunjuk.
***
Tingkat pembahasan: Dasar
Penulis: Abu Hasan Putra


Sumber: www.muslim.or.id

Sakinah – Vol. 5, No. 11 “Sudah mau nikah kok nggak bisa masak,” ledek seorang kakak lelaki kepada adik perempuannya. Si adik yang memang merasa tidak pintar memasak pun tersenyum seraya menjawab, “Ah, ntar juga bisa!” Memang, sepertinya sudah menjadi kesepakatan umum kalau wanita selayaknya harus bisa masak. Pendapat ini bisa dimaklumi karena salah satu tugas utama wanita setelah menikah adalah memasakkan atau menyajikan makanan untuk keluarganya. Akan repot tentunya, jika sang ibu tidak pintar masak.


Masak nasi saja sering gosong, masak sayur pun keasinan! Kalau terus-terusan begini, suami bisa hobi jajan di luar. Sedih kan, kalau sudah capek-capek masak, eh suami tidak selera makan? Hal itu tidak boleh dibiarkan berlangsung lama. Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan agar suami bisa segera menikmati masakan Anda. TERUSLAH BERLATIH Ada pepatah mengatakan, sesungguhnya bisa itu karena biasa. Begitu pula dengan memasak. Jika sejak kecil atau masih gadis seorang wanita rajin membantu ibunya di dapur, insyaallah ia akan lebih mengetahui urusan dapur alias masak-memasak. Kalau sampai menikah ternyata masih belum pintar masak, maka banyak-banyaklah berlatih untuk memasak menu harian.


Menanak nasi pun perlu berlatih, agar tidak gosong atau kurang air (mlethis-Jawa). Demikian juga masak sayur, agar bisa pas di lidah, maka Anda harus belajar mengenal dan meracik bumbu untuk berbagai macam sayur. Jangan malu untuk banyak bertanya pada orang yang lebih tahu urusan masak. Misalnya ibu, kakak, tetangga, tukang sayur, atau siapa saja. Bertanyalah tentang berbagai resep sederhana pada mereka. Bisa pula Anda mempraktikkan resep masakan yang ada dalam buku atau majalah. Mulailah dari resep yang bahan dan cara membuatnya paling sederhana. BUANG RASA MALAS Adakalanya seorang wanita tidak pintar masak karena berawal dari rasa malas. “Mending jajan, beli ‘matengan’, tidak perlu repot-repot.”


Memang beli ‘matengan’ adalah cara yang praktis. Tapi kalau begitu terus setiap hari, apakah tidak boros? Kalau masih berdua mungkin belum begitu terasa. Bagaimana kalau anak sudah empat atau lima? Apa iya, masih mau jajan terus? Memang, untuk memasak kita perlu repot sedikit. Mempersiapkan segala sesuatunya, dari perapian, peralatan sampai bahan, dan nanti kalau sudah selesai harus membersihkan atau membereskan semuanya. Melelahkan, memang. Tapi begitulah tugas ibu rumah tangga. Namun, kelelahan itu akan segera berganti kebanggaan dan kebahagiaan, tatkala seorang ibu melihat suami dan anak-anaknya menyantap masakannya dengan lahap. Untuk yang belum pintar masak, jangan malas untuk terus berlatih.


Setelah terbiasa, nanti akan terbukti bahwa memasak itu bukanlah hal yang sulit. NIATKAN UNTUK IBADAH Bukankah Rasulullah n bersabda bahwa jihad seorang wanita adalah di rumahnya? Mengurus rumah tangga, termasuk mengasuh anak dan memasak adalah ladang jihad bagi wanita. Semua tidak akan sia-sia bila dilakukan dengan ikhlas. Jika diniatkan untuk ibadah, insyaallah segala rasa lelah yang kita rasakan akan berbuah pahala. MASAK BERSAMA Kadang, seorang suami malah lebih pintar memasak daripada istrinya. Karena itu sekali-sekali perlu diadakan acara "masak bersama". Selain untuk menambah keharmonisan, kegiatan ini juga bisa dijadikan sarana untuk menularkan kepandaian memasak sang suami pada istrinya.


Jika suami tidak pintar masak pun, kegiatan masak bersama tetap asyik dilakukan, karena di situ keduanya akan sama-sama belajar. Walaupun memasak adalah tugas seorang istri, tapi tak ada salahnya bila suami juga belajar masak. Jadi, jika kelak istri sedang berhalangan, misalnya sakit atau melahirkan, sang suami bisa menggantikan posisi sebagai koki rumah tangga untuk sementara. JANGAN ASAL ENAK Satu lagi yang perlu diperhatikan oleh para ibu dalam hal masak-memasak. Seringkali untuk "mengakali" rasa yang kurang mantap, ibu kemudian membubuhkan penyedap rasa yang banyak dalam masakan. Padahal, sebagaimana kita ketahui, penyedap rasa kimia (MSG) adalah salah satu zat karsinogenik atau pemicu kanker. Karena itu, kalau bisa sebaiknya dihindari atau diminimalkan penggunaannya.


Demikian juga makanan-makanan instan yang banyak mengandung penyedap rasa, misalnya mi instan, sebaiknya tidak terlalu sering dijadikan menu harian. Produk-produk instan, selain mengandung MSG, kadang juga mengandung zat pengawet dan pewarna, yang juga bersifat karsinogenik. Tanpa MSG pun, masakan bisa tetap enak, asal bumbunya proporsional. Masak sup atau soto misalnya, tanpa MSG bisa tetap enak dengan menggunakan kaldu asli yang sudah dimasak/dipanaskan cukup lama. Untuk "memantapkan" rasa, bisa dibubuhkan sedikit gula pasir sebelum masakan dihidangkan. Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan masak-memasak. Masih belum pintar masak? Tak ada kata terlambat untuk terus berlatih. (ummuna)




Saya di lahirkan sebagai laki-laki. Tumbuh menjadi dewasa juga dalam lingkungan laki-laki. Saya hendak berbicara tentang cita-citaku. Cita-citaku teramat banyak kalau dirunut sedari kecil. Menjadi pahlawan, mendapatkan istri yang cantik, menjadi ilmuwan, meraih gelar dokter, menjadi orang yang berjasa, selalu bisa membantu orang lain adalah sebagian, ya...sebagian cita-citaku. Dan itu tidak terlepas dari pola pergaulan masa kecilku.

Namanya juga cita-cita, ada yang tercapai disamping cita-cita yang menguap begitu saja. Dan kini, ternyata koleksi cita-cita itu tak berkurang , bahkan semakin menggunung. Semakin hari semakin bertambah.

Kini saya punya cita-cita "baru". Sebenarnya sudah lama ada, cuma cita-cita itu kini serasa terlahir kembali. Begitu dekat begitu hangat menghujam dalam kalbu. Aku ingin menghadap Allah dengan hati yang selamat, bersih dari noda syirik dan sirik. Aku betul-betul mendambakan hati yang suci dari berbagai penyakit.

Untuk itu saya ingin mendapat teman-teman yang bisa bersinergi dan saling berbagi. Rindu rasanya bertemu ustadz yang bisa membimbing dan memberi nasihat sembari menebar contoh kebaikan. Aku berharap bisa tinggal di tempat yang sejuk, sesejuk hati orang-orang yang ada di sekitarku.

Karena itu pulalah, saya sebagai manusia biasa jika selama ini ada salah dan khilaf, kiranya sudi memaafkan. Doa dan bantuannyajua kuharap agar cita-citaku ini bisa terkabul. Karena saya, dan kita semua, sadari bahwa hati yang selamat adalah bekal utama bertemu dengan Sang Pencipta.

"Hari di mana tidaklah bermanfaat harta dan anak-anak, kecuali yang menemui Allah dengan hati yang selamat...."


Teruntuk ustadz Abu Hamzah di Saudi, ustadz-ustadz di Pondok Tho'ifah Kediri, Ustadz Ayub di Jember, terima kasih atas segala nasihat indahnya, jazakumullahu khairan. Semoga Allah menjaga antum dan keluarga



Sakinah - Vol. 5, No. 10 Wanita ayu itu, sebut saja Intan, usianya belum sampai tiga puluhan. Anaknya satu usia TK, diasuhnya sendiri tanpa ayahnya. Tanpa bisa ditolak, sesuatu telah terjadi pada perkawinannya. Satu kata yang dahulu sangat dia takutkan terjadi, ternyata terjadi juga. Ya, qadarullah, oleh karena suatu sebab, dia telah bercerai dengan suaminya. Kini, dalam kesendiriannya, ia mendambakan keluarga yang utuh. Ia mengharapkan kehadiran seorang suami sekaligus ayah bagi anaknya. Lain halnya dengan Fira (bukan nama sebenarnya), wanita belia yang usia pernikahannya baru seumur jagung.

Ia harus rela berpisah dengan suaminya tercinta untuk selama-lamanya, karena Allah
l telah memanggilnya. Hatinya sedih tak terkira, tetapi ia berusaha untuk tetap ikhlas dan menerima segala keputusan Allah l. Sebagai muslimah, ia yakin semua ada hikmahnya, dan Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya. Intan dan Fira hanyalah contoh dari sekian banyak wanita yang masih muda, tapi sudah menjanda. Baik karena cerai atau suaminya meninggal. Menjadi janda, khususnya bagi wanita muda, tentu sebenarnya sangat tidak diinginkannya. Seorang suami yang selama ini melindungi dan menafkahinya, tempat ia bermanja, tiba-tiba tak ada lagi di sisinya. Tiba-tiba kesepian menemani hari-harinya. Kadang, berbagai masalah, ujian, dan fitnah, datang menerpa.

Wajarlah jika banyak kumbang yang berusaha mendekatinya, karena ia masih muda. Ibarat bunga, ia masih menawan, belum layu ditelan masa.
Kesendirian yang berlarut tentu kurang baik bagi seorang janda. Karena itulah, ketika ada seorang laki-laki shalih yang datang meminangnya, ia begitu bahagia. Memang itulah yang ia harapkan. Lelaki shalih yang bertanggung jawab, bukan sekadar kumbang yang suka menggoda. Menikahi Janda, Mengapa Tidak? Meski Rasulullah n menganjurkan para pria untuk lebih mengutamakan perawan untuk dinikahi, bukan berarti beliau melarang seorang pria menikahi janda.

Bukankah sebagian besar istri beliau juga janda?
Bagi seorang pria, menikahi janda juga bisa dijadikan pilihan. Apalagi jika ia berniat untuk menyantuni seorang wanita yang tidak lagi bersuami dan anak yatim yang kehilangan kasih sayang seorang ayah. Jika dilakukan dengan ikhlas, semua itu insyaallah akan membuahkan pahala yang besar. Memang harus diakui, gadis perawan tentu memiliki banyak kelebihan dibandingkan seorang janda. Akan tetapi, janda pun punya satu kelebihan dari perawan, yaitu ia lebih berpengalaman! Ya, karena ia sudah pernah berumah tangga.

Dengan begitu, diharapkan dia bisa mengurus rumah tangganya dengan lebih baik.
Jika dulu ia pernah gagal membina keluarga bersama suami pertamanya, maka diharapkan ia bisa belajar dari pengalamannya itu untuk kemudian lebih introspeksi dan memperbaiki diri. Sehingga jika kemudian ia menikah lagi, ia akan berusaha menjaga keutuhan rumah tangganya, agar tidak karam sebagaimana yang pertama. Pilih yang Shalihah Jika ingin menikahi janda, seorang lelaki tetap harus memperhatikan rambu-rambu yang telah diberikan Rasululah n untuk memilih calon istri. Yaitu sebuah hadits yang artinya, Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah agamanya, (kalau tidak) engkau akan celaka. (Riwayat Bukhari dan Muslim) Dalam Syarah Muslim, Imam Nawawi menjelaskan bahwa barangsiapa yang memilih karena pertimbangan agama, maka akan mendapatkan kebaikan dan barakah serta terlindung dari berbagai mafsadat.

Ini buah dari mulianya akhlak dan kebaikan wanita pilihannya.
Adapun mengenai gambaran akhlak wanita shalihah, adalah yang selalu menyenangkan hati suaminya bila dipandang, selalu taat pada suaminya, tidak pernah melanggar perintahnya serta tidak berkhianat dalam mengelola harta suaminya. Wanita seperti inilah sebaik-baik perhiasan dunia, yang layak dimiliki oleh lelaki yang shalih. Untuk Para Janda Untuk para saudariku yang saat ini sudah menjanda, jangan biarkan hati kalian terus-menerus dalam kesedihan. Sungguh, meski sudah tidak punya suami, tetapi kalian masih punya Allah l yang Maha Hidup. Tetaplah menjaga kecintaan dan ketaqwaan kepada Allah l, karena Allah l berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka bersikap istiqamah, maka akan turun malaikat kepada mereka (dengan mengatakan), Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’” (Fushshilat:30) Berusahalah untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan jagalah akhlak kalian baik di dalam maupun di luar rumah. Sebisa mungkin, kurangilah aktivitas di luar rumah.

Jika terpaksa harus keluar rumah, jangan lupa untuk senantiasa menutup tubuhmu dengan pakaian yang syar
i. Jika mungkin, mintalah salah seorang mahrammu untuk menemanimu. Ingatlah bahwa keanggunan dan kesendirianmu bisa menjadi fitnah bagi lelaki. Karena itu, berhati-hatilah dan jangan lupa berdoa dalam memulai setiap langkahmu. Jika kamu merindukan kasih sayang seorang suami sebagaimana dulu pernah engkau miliki, maka berdoalah kepada Allah agar memberikan yang terbaik untukmu. Sungguh Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya, akan tetapi engkau pun harus bersabar. Yang terpenting, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah l. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. (Ummu Aslam)


Sumber: www.majalah-nikah.com

Penyusun: Ummu Ziyad (Ummu Hafidz)Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Pembahasan kali ini merupakan perinciaan dari artikel-artikel sebelumnya yang membahas tentang masalah jilbab muslimah yang sesuai syari’at sekaligus jawaban atas berbagai komentar yang masuk.

Jilbab merupakan bagian dari syari’at yang penting untuk dilaksanakan oleh seorang muslimah. Ia bukanlah sekedar identitas atau menjadi hiasan semata dan juga bukan penghalang bagi seorang muslimah untuk menjalankan aktivitas kehidupannya. Menggunakan jilbab yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dilakukan oleh setiap muslimah, sama seperti ibadah-ibadah lainnya seperti sholat, puasa yang diwajibkan bagi setiap muslim. Ia bukanlah kewajiban terpisah dikarenakan kondisi daerah seperti dikatakan sebagian orang (karena Arab itu berdebu, panas dan sebagainya). Ia juga bukan kewajiban untuk kalangan tertentu (yang sudah naik haji atau anak pesantren).
Benar saudariku… memakai jilbab adalah kewajiban kita sebagai seorang muslimah. Dan dalam pemakaiannya kita juga harus memperhatikan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya, terdapat beberapa persyaratan dalam penggunanan jilbab yang sesuai syari’at. Semoga Allah memudahkan penulis memperjelas poin-poin yang ada dalam artikel sebelumnya.

DEFINISI JILBAB
Secara bahasa, dalam kamus al Mu’jam al Wasith 1/128, disebutkan bahwa jilbab memiliki beberapa makna, yaitu:

1. Qomish (sejenis jubah).
2. Kain yang menutupi seluruh badan.
3. Khimar (kerudung).
4. Pakaian atasan seperti milhafah (selimut).
5. Semisal selimut (baca: kerudung) yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya.

Adapun secara istilah, berikut ini perkataan para ulama’ tentang hal ini.

Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.” Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain penutup).” (Syaikh Al Bani dalam Jilbab Muslimah).

Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala, wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar (kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz, 746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un (sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung, anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).

Dalam artikel sebelumnya, terdapat pertanyaan apa beda antara jilbab dengan hijab. Syaikh Al Bani rahimahullah mengatakan, “Setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak.” Sehingga memang terkadang kata hijab dimaksudkan untuk makna jilbab. Adapun makna lain dari hijab adalah sesuatu yang menutupi atau meghalangi dirinya, baik berupa tembok, sket ataupun yang lainnya. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat al-Ahzab ayat 53, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali bila kamu diberi izin… dan apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepda mereka (para istri Nabi), maka mintalah dari balik hijab…”

SYARAT-SYARAT PAKAIAN MUSLIMAH

1. Menutup Seluruh Badan Kecuali Yang Dikecualikan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا…
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (QS. An Nuur: 31)

Tentang ayat dalam surat An Nuur yang artinya “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”, maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama sehingga membawa konsekuensi yang berbeda tentang hukum penggunaan cadar bagi seorang muslimah. Untuk penjelasan rinci, silakan melihat pada artikel yang sangat bagus tentang masalah ini pada artikel Hukum Cadar di www.muslim.or.id.

Dari syarat pertama ini, maka jelaslah bagi seorang muslimah untuk menutup seluruh badan kecuali yang dikecualikan oleh syari’at. Maka, sangat menyedihkan ketika seseorang memaksudkan dirinya memakai jilbab, tapi dapat kita lihat rambut yang keluar baik dari bagian depan ataupun belakang, lengan tangan yang terlihat sampai sehasta, atau leher dan telinganya terlihat jelas sehingga menampakkan perhiasan yang seharusnya ditutupi.
Catatan penting dalam poin ini adalah penggunaan khimar yang merupakan bagian dari syari’at penggunaan jilbab sebagaimana terdapat dalam ayat selanjutnya dalam surat An Nuur ayat 31,

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke dadanya.”

Khumur merupakan jamak dari kata khimar yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menutupi bagian kepala. Sayangnya, pemakaian khimar ini sering dilalaikan oleh muslimah sehingga seseorang mencukupkan memakai jilbab saja atau hanya khimar saja. Padahal masing-masing wajib dikenakan, sebagaimana terdapat dalam hadits dari Sa’id bin Jubair mengenai ayat dalam surat Al Ahzab di atas, ia berkata, “Yakni agar mereka melabuhkan jilbabnya. Sedangkan yang namanya jilbab adalah qina’ (kudung) di atas khimar. Seorang muslimah tidak halal untuk terlihat oleh laki-laki asing kecuali dia harus mengenakan qina’ di atas khimarnya yang dapat menutupi bagian kepala dan lehernya.” Hal ini juga terdapat dalam atsar dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata,

لابد للمرأة من ثلاثة أثواب تصلي فيهن: درع و جلباب و خمار
“Seorang wanita dalam mengerjakan shalat harus mengenakan tiga pakaian: baju, jilbab dan khimar.” (HR. Ibnu Sa’ad, isnadnya shahih berdasarkan syarat Muslim)
Namun terdapat keringanan bagi wanita yang telah menopause yang tidak ingin kawin sehingga mereka diperbolehkan untuk melepaskan jilbabnya, sebagaimana terdapat dalam surat An Nuur ayat 60:

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.”

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “pakaian” pada ayat di atas adalah “jilbab” dan hal serupa juga dikatakan oleh Ibnu Mas’ud. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al Baihaqi). Dapat pula diketahui di sini, bahwa pemakaian khimar yang dikenakan sebelum jilbab adalah menutupi dada. Lalu bagaimana bisa seseorang dikatakan memakai jilbab jika hanya sampai sebatas leher? Semoga ini menjadi renungan bagi saudariku sekalian.

Berikut ini contoh tampilan khimar dan jilbab. Khimar dikenakan menutupi dada. Setelah itu baru dikenakan jilbab di atasnya. (warna, bentuk dan panjang pakaian dalam gambar hanyalah sebagai contoh).



Catatan penting lainnya dari poin ini adalah terdapat anggapan bahwa pakaian wanita yang sesuai syari’at adalah yang berupa jubah terusan (longdress), sehingga ada sebagian muslimah yang memaksakan diri untuk menyambung-nyambung baju dan rok agar dikatakan memakai pakaian longdress. Lajnah Daimah pernah ditanya tentang hal ini, yaitu apakah jilbab harus “terusan” atau “potongan” (ada pakaian atasan dan rok bawahan). Maka jawaban Lajnah Daimah, “Hijab (baca: jilbab) baik terusan ataukah potongan, keduanya tidak mengapa (baca: boleh) asalkan bisa menutupi sebagaimana yang diperintahkan dan disyari’atkan.” Fatwa ini ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdullah bin Ghadayan sebagai anggota (Fatawa Lajnah Daimah 17/293, no fatwa: 7791, Maktabah Syamilah). Dengan demikian, jelaslah tentang tidak benarnya anggapan sebagian muslimah yang mempersyaratkan jubah terusan (longdress) bagi pakaian muslimah. Camkanlah ini wahai saudariku!

2. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan

Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat An Nuur ayat 31, “…Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya…” Ketika jilbab dan pakaian wanita dikenakan agar aurat dan perhiasan mereka tidak nampak, maka tidak tepat ketika menjadikan pakaian atau jilbab itu sebagai perhiasan karena tujuan awal untuk menutupi perhiasan menjadi hilang. Banyak kesalahan yang timbul karena poin ini terlewatkan, sehingga seseorang merasa sah-sah saja menggunakan jilbab dan pakaian indah dengan warna-warni yang lembut dengan motif bunga yang cantik, dihiasi dengan benang-benang emas dan perak atau meletakkan berbagai pernak-pernik perhiasan pada jilbab mereka.

Namun, terdapat kesalahpahaman juga bahwa jika seseorang tidak mengenakan jilbab berwarna hitam maka berarti jilbabnya berfungsi sebagai perhiasan. Hal ini berdasarkan beberapa atsar tentang perbuatan para sahabat wanita di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengenakan pakaian yang berwarna selain hitam. Salah satunya adalah atsar dari Ibrahim An Nakhai,

أنه كان يدخل مع علقمة و الأسود على أزواج النبي صلى الله عليه و سلم و يرا هن في اللحف الحمر
“Bahwa ia bersama Alqomah dan Al Aswad pernah mengunjungi para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia melihat mereka mengenakan mantel-mantel berwarna merah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al Mushannaf)

Catatan: Masalah warna ini berlaku bagi wanita. Adapun bagi pria, terdapat hadits yang menerangkan pelarangan penggunaan pakaian berwarna merah.

Dengan demikian, tolak ukur “Pakaian perhiasan ataukah bukan adalah berdasarkan ‘urf (kebiasaan).” (keterangan dari Syaikh Ali Al Halabi). Sehingga suatu warna atau motif menarik perhatian pada suatu masyarakat maka itu terlarang dan hal ini boleh jadi tidak berlaku pada masyarakat lain.

3. Kainnya Harus Tebal, Tidak Tipis

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dua kelompok yang termasuk ahli neraka dan beliau belum pernah melihatnya,

وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Dua kelompok termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang, baik karena tipis atau pendek yang tidak menutup auratnya), mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala mereka seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421 – lihat majalah Al Furqon Gresik)

Ambil dan camkanlah hadits ini wahai saudariku, karena ancamannya demikian keras sehingga para ulama memasukkannya dalam dosa-dosa besar. Betapa banyak wanita muslimah yang seakan-akan menutupi badannya, namun pada hakekatnya telanjang. Maka dalam pemilihan bahan pakaian yang akan kita kenakan juga harus diperhatikan karena sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr, “Bahan yang tipis dapat menggambarkan bentuk tubuh dan tidak dapat menyembunyikannya.” Syaikh Al Bani juga menegaskan, “Yang tipis (transparan) itu lebih parah dari yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal).” Bahkan kita ketahui, bahan yang tipis terkadang lebih mudah dalam mengikuti lekuk tubuh sehingga sekalipun tidak transparan, bentuk tubuh seorang wanita menjadi mudah terlihat.

4. Harus Longgar, Tidak Ketat

Selain kain yang tebal dan tidak tipis, maka pakaian tersebut haruslah longgar, tidak ketat, sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh wanita muslimah. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits dari Usamah bin Zaid ketika ia diberikan baju Qubthiyah yang tebal oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia memberikan baju tersebut kepada istrinya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya, beliau bersabda,

مرْها فلتجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظمها
“Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalam di balik Qubthiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tubuh.” (HR. Ad Dhiya’ Al Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)

Maka tidak tepat jika seseorang mencukupkan dengan memakai rok, namun ternyata tetap memperlihatkan pinggul, kaki atau betisnya. Maka jika pakaian tersebut telah cukup tebal dan longgar namun tetap memperlihatkan bentuk tubuh, maka dianjurkan bagi seorang muslimah untuk memakai lapisan dalam. Namun janganlah mencukupkan dengan kaos kaki panjang, karena ini tidak cukup untuk menutupi bentuk tubuh (terutama untuk para saudariku yang sering tersingkap roknya ketika menaiki motor sehingga terlihatlah bentuk betisnya). Poin ini juga menjadi jawaban bagi seseorang yang membolehkan penggunaan celana dengan alasan longgar dan pinggulnya ditutupi oleh baju yang panjang. Celana boleh digunakan untuk menjadi lapisan namun bukan inti dari pakaian yang kita kenakan. Karena bentuk tubuh tetap terlihat dan hal itu menyerupai pakaian kaum laki-laki. (lihat poin 6). Jika ada yang beralasan, celana supaya fleksibel. Maka, tidakkah ia ketahui bahwa rok bahkan lebih fleksibel lagi jika memang sesuai persyaratan (jangan dibayangkan rok yang ketat/span). Kalaupun rok tidak fleksibel (walaupun pada asalnya fleksibel) apakah kita menganggap logika kita (yang mengatakan celana lebih fleksibel) lebih benar daripada syari’at yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan.
Renungkanlah wahai saudariku!

5. Tidak Diberi Wewangian atau Parfum

Perhatikanlah salah satu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan tentang wanita-wanita yang memakai wewangian ketika keluar rumah,

ايّما امرأةٍ استعطرتْ فمَرّتْ على قوم ليَجِدُوا رِيْحِها، فهيا زانِيةٌٍ
“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR. Tirmidzi)

أيما امرأة أصابت بخورا فلا تشهد معنا العشاء الاخرة
“Siapapun perempuan yang memakai bakhur, maka janganlah ia menyertai kami dalam menunaikan shalat isya’.” (HR. Muslim)

Syaikh Al Bani berkata, “Wewangian itu selain ada yang digunakan pada badan, ada pula yang digunakan pada pakaian.” Syaikh juga mengingatkan tentang penggunaan bakhur (wewangian yang dihasilkan dari pengasapan) yang ini lebih banyak digunakan untuk pakaian bahkan lebih khusus untuk pakaian. Maka hendaknya kita lebih berhati-hati lagi dalam menggunakan segala jenis bahan yang dapat menimbulkan wewangian pada pakaian yang kita kenakan keluar, semisal produk-produk pelicin pakaian yang disemprotkan untuk menghaluskan dan mewangikan pakaian (bahkan pada kenyataannya, bau wangi produk-produk tersebut sangat menyengat dan mudah tercium ketika terbawa angin). Lain halnya dengan produk yang memang secara tidak langsung dan tidak bisa dihindari membuat pakaian menjadi wangi semisal deterjen yang digunakan ketika mencuci.

6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki

Terdapat hadits-hadits yang menunjukkan larangan seorang wanita menyerupai laki-laki atau sebaliknya (tidak terbatas pada pakaian saja). Salah satu hadits yang melarang penyerupaan dalam masalah pakaian adalah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata

لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الرجل يلبس لبسة المرأة و المرأة تلبس لبسة الرجل
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Kesamaan dalam perkara lahir mengakibatkan kesamaan dan keserupaan dalam akhlak dan perbuatan.” Dengan menyerupai pakaian laki-laki, maka seorang wanita akan terpengaruh dengan perangai laki-laki dimana ia akan menampakkan badannya dan menghilangkan rasa malu yang disyari’atkan bagi wanita. Bahkan yang berdampak parah jika sampai membawa kepada maksiat lain, yaitu terbawa sifat kelaki-lakian, sehingga pada akhirnya menyukai sesama wanita. Wal’iyyadzubillah.

Terdapat dua landasan yang dapat digunakan sebagai acuan bagi kita untuk menghindari penggunaan pakaian yang menyerupai laki-laki.

1. Pakaian tersebut membedakan antara pria dan wanita.
2. Tertutupnya kaum wanita.

Sehingga dalam penggunaan pakaian yang sesuai syari’at ketika menghadapi yang bukan mahromnya adalah tidak sekedar yang membedakan antara pria dan wanita namun tidak tertutup atau sekedar tertutup tapi tidak membedakan dengan pakaian pria. Keduanya saling berkaitan. Lebih jelas lagi adalah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al Kawakib yang dikutip oleh syaikh Al Bani, yang penulis ringkas menjadi poin-poin sebagai berikut untuk memudahkan pemahaman,

1. Prinsipnya bukan semata-mata apa yang dipilih, disukai dan biasa dipakai kaum pria dan kaum wanita.
2. Juga bukan pakaian tertentu yang dinyatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang dikenakan oleh kaum pria dan wanita di masa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Jenis pakaian yang digunakan sebagai penutup juga tidak ditentukan (sehingga jika seseorang memakai celana panjang dan kaos kemudian menutup pakaian dan jilbab di atasnya yang sesuai perintah syari’at sehingga bentuk tubuhnya tidak tampak, maka yang seperti ini tidak mengapa –pen)

Kesimpulannya, yang membedakan antara jenis pakaian pria dan wanita kembali kepada apa yang sesuai dengan apa yang diperintahkan bagi pria dan apa yang diperintahkan bagi kaum wanita. Namun yang perlu diingat, pelarangan ini adalah dalam hal-hal yang tidak sesuai fitrahnya. Syaikh Muhammad bin Abu Jumrah rahimahullah sebagaimana dikutip oleh Syaikh Al Bani mengatakan, “Yang dilarang adalah masalah pakaian, gerak-gerik dan lainnya, bukan penyerupaan dalam perkara kebaikan.”

7. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir

Banyak dari poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya menjadi terasa berat untuk dilaksanakan oleh seorang wanita karena telah terpengaruh dengan pakaian wanita-wanita kafir. Betapa kita ketahui, mereka (orang kafir) suka menampakkan bentuk dan lekuk tubuh, memakai pakaian yang transparan, tidak peduli dengan penyerupaan pakaian wanita dengan pria. Bahkan terkadang mereka mendesain pakaian untuk wanita maskulin! Hanya kepada Allah-lah kita memohon perlindungan dan meminta pertolongan untuk dijauhkan dari kecintaan kepada orang-orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadid [57]: 16)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Firman Allah, ‘Janganlah mereka seperti…’ merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka….” (Al Iqtidha, dikutip oleh Syaikh Al Bani)

8. Bukan Pakaian Untuk Mencari Popularitas

“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api naar.”
Adapun libas syuhrah (pakaian untuk mencari popularitas) adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seseorang untuk menampakkan kezuhudan dan dengan tujuan riya. (Jilbab Muslimah)

Namun bukan berarti di sini seseorang tidak boleh memakai pakaian yang baik, atau bernilai mahal. Karena pengharaman di sini sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy Syaukani adalah berkaitan dengan keinginan meraih popularitas. Jadi, yang dipakai sebagai patokan adalah tujuan memakainya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala suka jika hambanya menampakkan kenikmatan yang telah Allah berikan padanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبَّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ
“Sesungguhnya Allah menyukai jika melihat bekas kenikmatan yang diberikan oleh-Nya ada pada seorang hamba.” (HR. Tirmidzi)

PENUTUP
Demikian sedikit penjelasan tentang pengertian jilbab dan penjelasan dari poin-poin tentang persyaratan jilbab muslimah yang sesuai syari’at. Saudariku… janganlah kita terpedaya dengan segala aktifitas dan perkataan orang yang menjadikan seseorang cenderung merasa tidak mungkin untuk menggunakan jilbab yang sesuai syari’at. Ingatlah, bahwa sesungguhnya tidak ada teman di hari akhir yang mau menanggung dosa yang kita lakukan. Hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan ketika menjalankan segala ibadah yang telah disyari’atkan. Semoga artikel ini juga dapat menjawab berbagai pertanyaan dan komentar yang masuk pada artikel-artikel sebelumnya. Wallahu a’lam.

Maraji’:
Majalah Al Furqon, edisi 12 tahun III
Jilbab Muslimah. Syaikh Al Bani. Pustaka At Tibyan
Maktabah Syamilah


Memasuki bulan Februari, kita menyaksikan banyak media massa, mall-mall, pusat pusat hiburan bersibuk ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar acara-acara pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day atau biasanya disebut hari kasih sayang. Pada tanggal 14 Februari itu mereka saling mengucapkan "Selamat hari Valentine", berkirim kartu, cokelat dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta.

Sejarah, Asal-Usul dan Latar Belakang
Ensiklopedia Katolik menyebutkan tiga versi tentang Valentine, tetapi versi terkenal adalah kisah Pendeta St. Valentine yang hidup di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 270 M Claudius II menghukum mati St. Valentine karena menentang beberapa perintahnya. Claudius II melihat St. Valentine mengajak manusia kepada agama Nasrani, lalu memerintahkan untuk menangkapnya.

Dalam versi kedua, Claudius II melihat bahwa para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang, lalu dia mengeluarkan perintah yang melarang pernikahan. St. Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui dan dipenjarakan. Di penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan "Dari yang tulus cintanya, Valentine." Hal itu terjadi setelah anak tersebut memeluk agama Nashrani bersama 46 kerabatnya.

Versi ketiga, ketika agama Nasrani tersebar di Eropa, di salah satu desa terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perhatian para pendeta. Dalam tradisi itu para pemuda desa selalu berkumpul setiap pertengahan bulan Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak itu dan gadis yang namanya keluar akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan "Dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini." Akibat sulitnya menghilangkan tradisi ini, para pendeta memutuskan mengganti tulisannya menjadi "Dengan nama Pendeta Valentine" sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nasrani.

Saudaraku, itulah sejarah Valentine's Day yang sebenarnya (berdasarkan data yang ada -ed), yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan "kasih sayang", lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat, atau hanya ikut-ikutan semata? Bila demikian, sangat disayangkan banyak remaja Islam yang terkena penyakit mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Bahkan saat ini beredar kartu-kartu perayaan keagamaan ini dengan gambar anak kecil dengan dua sayap terbang mengitari gambar hati sambil mengarahkan anak panah ke arah hati yang sebenarnya itu merupakan lambang tuhan cinta bagi orang-orang Romawi! Padahal Alloh berfirman, "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya." (QS. Al Isro': 36)

Bolehkah Memperingati Hari Valentine?
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah melakukan perbuatan kekafiran. Adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rohimahulloh berkata, "Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, "Selamat hari raya!" dan sejenisnya.

Bagi yang mengucapkannya, kalaupun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamer atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid'ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Alloh." Allohu a'lam bish showab.
***
Sumber: Buletin At-TauhidTingkat pembahasan: DasarPenulis: Abu Hasan Putra

Sumber: www.manhaj.or.id

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan di atas semua agama. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul akhir zaman dan teladan umat manusia dalam menggapai kebahagiaan dan menghindarkan diri dari kebinasaan. Amma ba’du.

Kaum muslimin -semoga selalu dirahmati Allah-, sesungguhnya bahaya yang sangat besar tengah mengancam kaum muslimin di negeri kita ini. Berbagai macam upaya dilancarkan oleh musuh-musuh Islam untuk merongrong keutuhan umat Islam. Mereka berupaya mencabut kaum muslimin dari akar dan jantung kehidupan mereka. Mereka bekerja keras untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam yang murni yaitu tauhid dan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bekerja keras untuk menyebarkan agama dan pemikiran mereka yang batil agar kaum muslimin ikut terseret dalam kesesatan mereka. Allah ta’ala berfirman yang artinya, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al-Baqarah: 120)
Allah ta’ala juga berfirman yang artinya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agama bagimu." (QS. Al Maa-idah: 3)

Oleh sebab itu, Allah menjamin kerugian bagi siapa saja yang mencari agama selain Islam. Allah ta’ala berfirman yang artinya, "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imron: 85)

Pengertian Murtad
Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam. (lihat Mu’jamul Wasith, 1/338). Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah: menjadi kafir sesudah berislam. Allah ta’ala berfirman yang artinya, "Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah : 217) (Lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32). Kemurtadan (riddah) akan menghapuskan amal perbuatan seseorang. Jika orang yang murtad tersebut bertaubat maka amalnya akan menjadi baru seperti semula. Namun jika dia mati sebelum bertaubat, maka dia termasuk penghuni neraka dan akan kekal di dalamnya. (Aysarut Tafasir, Abu Bakr Jabir Al Jazairi).

Macam-Macam Kemurtadan

1. Murtad karena ucapan
Seperti contohnya ucapan mencela Allah ta’ala atau Rasul-Nya, menjelek-jelekkan malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai Nabi, membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah, beristighotsah (meminta dihilangkan kesusahan yang sedang menimpa, pen) kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai Allah atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.

2. Murtad karena perbuatan
Seperti contohnya melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan dan menyembelih hewan untuk diperembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang kotor, melakukan prkatek sihir, mempelajari sihir atau mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini kebolehannya.

3. Murtad karena keyakinan
Seperti contohnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina dan riba sebagai sesuatu yang halal. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak diwajibkan dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya.

4. Murtad karena keraguan
Seperti meragukan sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan diharamkannya syirik, khamr dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para Nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran Nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan kecocokan Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini (Lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32-33)

Mengenal Dr. Peter Youngren
Dr. Peter Youngren ialah seorang penginjil dari Kanada. Dia telah melakukan perjalanan penginjilan ke lebih dari 85 negara di dunia. Di Indonesia, dia telah mengadakan Festival Penyembuhan di berbagai kota, seperti Semarang, Bandung dan Manado. Dia juga telah melatih lebih dari 110 ribu pendeta dan pemimpin dalam seminar ‘Global Harvest Praise’. Tentang penyembuhan atau mukjizat yang ditawarkannya, dia mengatakan, “Kita menawarkan hidup baru dalam Kristus. Saya percaya bahwa setelah mereka terima Kristus mereka akan mengerti bahwa mereka harus pergi ke gereja.” (Bethanygraha.org dan Wikipedia). Dia juga mengatakan, “Saya sudah berkunjung ke banyak negara selama 30 tahun. Baik negara dengan penduduk Hindu, Islam, Budha, sampai penganut atheis sekalipun dan responnya cukup positif,” (Denpost).
Kaum muslimin, yang semoga senantiasa mendapat taufiq dari Allah, di antara program kunjungan Dr. Peter Youngren adalah rencana kedatangannya di kota Yogyakarta pada hari Rabu, 30 Mei 2007 sampai dengan hari Sabtu, 2 Juni 2007 di Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Tema Acara ini adalah Jogja Festival 2007 yang berisi acara pengobatan/penyembuhan massal yang diiringi dengan kebaktian rohani.
Membongkar Kedok Pemurtadan di Balik Pengobatan Dr. Peter Youngren
Kaum muslimin, yang semoga senantiasa mendapat taufiq dari Allah, keimanan seorang muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah boleh ada keragu-raguan sedikit pun di dalamnya. Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (QS. Al-Hujurat: 15)
Seorang muslim haruslah yakin bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak untuk disembah dan sesembahan selain Allah adalah batil.
Dalam suatu wawancara, Dr. Peter Youngren pernah ditanya, "Seringkali orang Kristen memiliki suatu konsep yang salah dalam hal bersaksi tentang Kristus kepada orang lain yaitu dengan cara membawa orang ke gereja atau menjadikan dia Kristen dan bukan memberitakan Kristus kepada orang tersebut. Apakah pendapat Bapak tentang hal ini?" Kemudian ia menjawab, "Kita tidak pernah meminta orang-orang untuk menjadi Kristen tetapi menjadikan mereka orang yang percaya kepada Yesus (Jesus’ believers). Bukan merubah agama orang itu. Yesus dan Petrus sendiri tidak pernah menggunakan istilah Kristen untuk orang percaya. Saya juga tidak gunakan istilah ini. Kalau hal ini terjadi maka kita akan disangka mengkristenkan mereka. Kita menawarkan hidup baru dalam Kristus. Saya percaya bahwa setelah mereka terima Kristus mereka akan mengerti bahwa mereka harus pergi ke gereja." (Bethanygraha.org). Dalam festival penyembuhan massal yang dilakukannya, dia juga menyatakan, "Saya doakan mereka secara umum dan dalam doa kesembuhan itu saya ucapkan apa yang Yesus telah lakukan." Ia juga menyatakan, "Kesembuhan massal didasarkan pada penanganan Tuhan secara pribadi dengan umat-Nya, juga iman si individu di dalam Kristus. Tetapi itu semua terjadi pada waktu yang bersamaan." (Bethanygraha.org).
Dari ucapan di atas, dapat diketahui bahwa Dr. Peter Youngren ingin agar setiap orang (pemeluk agama selain Nashrani) percaya pada Yesus atau beriman kepadanya. Setelah mereka beriman kepadanya barulah dia akan terseret masuk ke gereja (alias ?murtad' secara perlahan-lahan). Dan seseorang tidaklah mungkin menjadi sembuh dari sakitnya dalam acara festival tersebut kecuali setelah sebelumnya ia yakin (beriman) pada Yesus yang dengan ini dapat membuatnya keluar (murtad) dari Islam.
Dr. Peter Youngren juga telah mengelabui kaum muslimin dengan memberi nama acara pengobatan massal yang dia lakukan dengan nama 'Festival' semacam Jogja Festival, Bandung Festival, atau Balikpapan Festival. Padahal di dalam acara festival pengobatan massal tersebut diiringi pula dengan acara peribadatan ala Nashrani (kebaktian rohani) yaitu diiringi dengan lagu-lagu kidung rohani versi Nashrani. Mengapa dia tidak menamai acara tersebut dengan Kebaktian Rohani Kristen saja[?!] Malah umat Islam dikelabui dengan Festival yang seolah-olah terbuka untuk semua umat beragama. Ada apa di balik itu semua?!
Dalam suatu wawancara, Dr. Peter pernah ditanya, "Mengapa dalam ibadah kesembuhan anda menyebutnya sebagai Festival dan bukan Crusade atau Revival Meetings (KKR-Kebaktian Kebangunan Rohani-).” Ia menjawab, "Kata Crusade (KKR) adalah kata yang melukai saudara sepupu kita dari agama lain (maksudnya adalah umat islam, pen), sedangkan kata Revival tidak kita gunakan dalam ibadah kita. Kita menyebutnya Festival atau Celebration (perayaan). Misalkan kalau diadakan di Surabaya, kami menyebutnya di poster sebagai Surabaya Festival bukan Jesus Festival atau Festival Injil. Ini sama sekali tidak memberikan kesan agamawi. Orang bertanya apa ini? Mereka tidak tahu dan datang menghadirinya. Kita bahkan tidak gunakan lambang gereja seperti salib dan sebagainya. Ada yang bertanya kepada saya apakah saya telah berkompromi? Kita tidak berkhotbah di poster atau di iklan tetapi kita berkhotbah di festival. Setelah mereka ada di festival, baru kita sampaikan Injil kepada mereka." (Bethanygraha.org).
Kaum muslimin, yang semoga senantiasa mendapat taufik dari Allah, bentuk pemurtadan yang lain dalam acara festival tersebut adalah ditujukannya suatu ibadah kepada selain Allah. Padahal memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah termasuk kesyirikan. Dan di antara bentuk ibadah yang paling agung adalah do'a, sebagaimana Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda, "Do'a adalah ibadah." (HR.Tirmidzi, hasan shohih). Apabila seseorang berdo'a kepada selain Allah (seperti berdo'a kepada Yesus, jin, mayit, atau bahkan kepada para Nabi yang telah wafat) maka ia telah berbuat kesyirikan dan pelakunya adalah kafir (keluar dari Islam). Demikian pula orang yang meridhoi perbuatan kesyirikan dan tidak membencinya, maka ia juga telah kafir.

Himbauan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Balikpapan, mengeluarkan fatwa terkait pelaksanaan 'Balikpapan Festival 2003', yang dilaksanakan pada tanggal 1-5 Oktober 2003 di Gelora Patra, dengan menghadirkan pembicara utama Pdt. Peter Youngren dari Kanada. Ketua komisi Fatwa MUI Balikpapan mengatakan, "Jadi kalau ada umat Islam yang menghadiri acara ritual itu dan meyakini bahwa pengobatan yang diberikan Peter Youngren bakal membawa kesembuhan, maka bisa digambarkan bahwa keyakinan yang bersangkutan mulai goyah. Bahkan condong ke arah kemurtadan." (Kaltim Post, Cybernews, Rabu 1 Oktober 2003)
Oleh sebab itu, kami juga menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat muslim untuk tidak hadir dalam acara-acara tersebut, meskipun mereka mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah kristenisasi. Karena tentu saja kalau acara kekufuran itu disebut kristenisasi niscaya tidak ada seorang pun di antara kaum muslimin yang mau menghadirinya. Inilah tipu muslihat mereka untuk menjerat kaum muslimin!
Wajib bagi kaum muslimin untuk mengingkari acara-acara semacam ini sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah dengan tangannya, apabila tidak sanggup maka dengan lisannya, apabila tidak sanggup maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman." (HR. Muslim). Jadi hendaknya setiap kaum muslimin juga melarang anggota keluarga, saudara, kerabat, dan tetangganya untuk tidak manghadiri acara pemurtadan berkedok pengobatan/penyembuhan massal tersebut.
Sikap Seorang Muslim Dalam Menghadapi Musibah
Kaum muslimin -semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita- dalam hidup di dunia ini tentunya kita tidak akan lepas dari berbagai macam cobaan. Allah berfirman yang artinya, "Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. Al-Ankabut: 2-3)
Allah juga berfirman yang artinya, "Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan." (QS. Al-Anbiya': 35)
Kaum muslimin -semoga Allah senantiasa membimbing kita ke jalan yang lurus-, Nabi kita, Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya." (HR. Muslim)
Demikianlah keadaan seorang mukmin, jika ia mendapatkan nikmat maka bersyukur dan menggunakan kenikmatan tersebut untuk ketaatan kepada Allah. Namun apabila ia mendapatkan cobaan atau musibah (misalnya dengan kebutaan dan lumpuh) tidaklah hal itu menjadikankan berpaling dari Allah atau bahkan kafir kepadaNya-na'udzubillah-, akan tetapi ia bersabar menghadapi cobaan itu dengan mengharap pahala dari Allah. Sungguh indah dan mulia agama kita.
Perlu diingat pula bahwa di balik musibah terdapat hikmah yang begitu banyak. Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, "Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali, pen). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari." (Lihat Do'a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qodir Jawas).
Ingatlah pula bahwa cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta'ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan." (HR. Tirmidzi, shohih). Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keyakinan dan kesabaran yang akan meringankan segala musibah dunia ini.
Jadi carilah sebab agar mendapatkan kesembuhan dari penyakit dengan berobat. Karena Rasulullah menganjurkan pada umatnya untuk berobat. Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai hamba Allah berobatlah karena tidaklah ada suatu penyakit kecuali Allah memberi obatnya." (HR. Tirmidzi, hasan shohih)
Namun seseorang harus memperhatikan pula hukum yang terkait dengan pengambilan sebab. Pertama, sebab yang diambil harus terbukti secara syar'i atau qodari (penelitian ilmiah). Kedua, tidak bersandar pada sebab namun bersandar pada Allah. Maka hendaklah setiap yang ingin berobat tidak menyandarkan hatinya kepada dokter atau obat, namun hendaklah selalu bertawakkal pada Allah. Ketiga, keampuhan suatu sebab hanya tergantung pada taqdir Allah. Maka pahami dan perhatikanlah ketiga hukum pengambilan sebab ini ketika hendak berobat dari suatu penyakit.
Terakhir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seorang hamba yang ditimpa musibah, lalu mengucapkan 'Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un, Allahumma'jurni fi mushibati wa akhlif li khoiron minha'. Maka Allah akan memberi ganjaran padanya dalam musibah yang dihadapi dan Allah akan memberi ganti yang lebih baik darinya." (HR. Muslim)
Semoga Allah menjaga dan meneguhkan keimanan kita sampai datangnya kematian, menjaga urusan kaum muslimin dari makar musuh-musuhnya serta menjadikan para pemimpin kita termasuk orang-orang yang memperjuangkan syariat-Nya dan berjalan di atas jalan Islam yang lurus. Amin Yaa Mujibad Da'awat.
Perhatian:Mohon artikel ini disebarluaskan kepada seluruh kaum muslimin!!!
***
Tingkat pembahasan: DasarPenulis: Ari Wahyudi, Ibnu Sutopo & Muhammad Abduh T.


Sumber: www.manhaj.or.id

Sungguh merupakan musibah besar yang melanda umat Islam tatkala kaum muslimah keluar dari rumahnya dalam keadaan berpakaian tetapi telanjang. Padahal Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa perempuan-perempuan semacam itu tidak akan mencium bau surga. Beliau bersabda, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya... (salah satunya) para wanita yang berpakaian tapi telanjang dan berlenggak-lenggok. Rambut kepala mereka seperti punuk unta, mereka itu tidak akan mendapatkan baunya surga padahal bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim). Saudariku, kalau engkau masih mau mendengar nasihat Nabimu maka kenakanlah jilbabmu dengan benar!!

Mengekor Barat
Memang sejak jauh hari Nabi telah memperingatkan bahwa akan ada diantara umat ini yang mengikuti budaya orang-orang terdahulu dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Imam Bukhori telah mencatat sabda Beliau, “Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti gaya hidup orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sampai-sampai seandainya mereka masuk ke dalam lubang dhobb (sejenis biawak) niscaya ada di antara kalian yang ikut masuk pula ke dalamnya.”
Lihatlah wanita-wanita muslimah di sekeliling kita, bukankah selama ini sebagian besar dari mereka menjadi korban budaya barat yang kafir itu? Hampir segalanya mereka tiru; mulai dari cara berpakaian, cara berinteraksi dengan lawan jenis, bahkan sampai pola pikir yang hedonis (mencari kesenangan dunia semata) dan ujung akhirnya mereka turut bercampur baur dengan kaum lelaki di kantor-kantor, di parlemen dan restoran-restoran. Kini terbuktilah perkataan Nabi yang mulia, dan sungguh sangat ironi tatkala mereka melakukan ini semua dengan bertameng emansipasi yang digembor-gemborkan oleh barat.

Ikutilah Jejak Ibunda
Duhai saudariku, andaikata apa yang kalian lakukan ini dengan bercampur baur bersama kaum pria di pemerintahan, di kantor-kantor adalah kemaslahatan untuk kaum muslimah tentulah para isteri Nabi dahulu adalah orang pertama yang melakukan perbuatan sebagaimana yang kalian lakukan sekarang ini? Lalu mengapa kalian melakukan apa yang tidak mereka lakukan? Apakah kalian merasa lebih cerdas dari ibunda ‘Aisyah yang menyadari kesalahannya tatkala berani memimpin pasukan ketika terjadi perang Jamal? Beliau benar-benar menyesal karena melalaikan sebuah sabda Rosululloh, “Tidak akan pernah beruntung kaum manapun yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.” (HR. Bukhori). Cobalah bandingkan dengan sebagian kaum muslimah dewasa ini yang dengan bangga memamerkan auratnya di layar kaca yang ditonton oleh ribuan pasang mata! Atau mereka yang dengan berapi-api berteriak-teriak berdemo di jalan-jalan dengan dalih untuk membela hak kaum muslimin, dan lebih lucunya lagi berdalil dengan perbuatan Aisyah yang telah disesali tersebut. Atau mereka yang berkoar-koar di atas mimbar demi mendapatkan kursi DPR serta rela bercampur baur dengan lelaki yang bukan mahromnya. Allohu akbar!!, hanya kepada-Nya lah kami mohon pertolongan.


Kembalilah ke Istanamu
Seorang muslimah yang sholihah yang senantiasa menjaga dirinya, memiliki rasa malu dan memelihara kehormatannya itulah yang dipuji oleh syari’at. Dengan aktivitasnya mengurus rumah dan membekali dirinya dengan ilmu syar’i atau mendidik anak-anak maka dengan demikian ia telah turut serta berusaha mewujudkan masyarakat islami. Melalui tangan-tangan dan didikan merekalah akan terlahir pemuda-pemudi yang berbakti kepada Alloh dan Rosul-Nya. Namun sayang sekali betapa sedikitnya wanita semacam ini.
***

Tingkat pembahasan: DasarPenulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Islam telah membimbing kita dalam membangun rumah tangga, dimulai dari memilih pasangan hidup. Islam mengikat suami istri dalam ikatan kokoh, menentukan hak dan kewajiban, serta mewajibkan mereka menjaga buah pernikahan ini. Islam juga mengantisipasi segala problema yang dapat menghadang kehidupan rumah tangga secara tepat. Itulah kesempurnaan islam yang sangat indah.
Pernikahan! Kata itu sangat indah didengar tetapi keindahan di dalamnya harus serta-merta dibarengi dengan persiapan. Pernikahan berarti mempertemukan kepentingan-kepentingan dua individu dan bukan mempertentangkannya.
Ketika biduk rumah tangga telah berlayar, apa saja yang bisa anda lakukan di dalamnya? Hari berlalu, pekan berlalu, bergantilah bulan. Tiba-tiba suatu hari anda merasakan ada sesuatu yang tidak mengenakkan anda. Anda mengamati sifat dan pasangan anda selama beberapa pekan sejak pernikahan, ternyata ada yang tidak anda sukai dan yang tidak anda harapkan. Sejak saat itu, anda menemukan bahwa rumah tangga tidak hanya berisi kegembiraan, namun juga tantangan, bahkan bisa juga ancaman. Seorang suami mungkin bertanya-tanya siapakah gerangan engkau wahai istriku? Demikian ia sering bertanya dalam hatinya. Sekian banyak hal-hal aneh dan asing yang ia temukan pada diri seorang 'makhluk halus' bernama istrinya itu. Demikian pula, pertanyaan itu muncul di benak sang istri. Seperti ia sedang dihadapkan pada sebuah laboratorium bernyawa, tengah ada banyak penelitian dan pelajaran yang bisa dieksplorasi di dalamnya. Ia menghadapi hari-hari yang berharga, pengenalan demi pengenalan, pengalaman demi pengalaman dan berbagai pertanyaan yang belum terjawabkan. Dulu waktu masih lajang, seorang muslimah yang belum pernah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, kini tiba-tiba dihadapkan pada seorang asing yang nantinya akan mengetahui banyak 'rahasia' dirinya. Ia seorang wanita yang 'clingus' menurut orang jawa, wanita yang tak berani ngobrol dan bercanda dengan lawan jenisnya, namun tatkala masuk ke jenjang pernikahan ia harus berhadapan dengan 'dunia' laki-laki. Kini, ia mencoba menyesuaikan irama kehidupan dirinya dengan sang suami. Ia mulai mengenal dunia laki-laki secara dekat tanpa jarak. Demikian pula hal-nya dengan sang suami.
Sebenarnyalah kesulitan yang dihadapi merupakan sesuatu yang wajar dan manusiawi. Betapa tidak! Pernikahan telah mempertemukan bukan saja dua individu yang berbeda, laki-laki dan perempuan, tetapi dua kepribadian, dua selera, dua latar budaya, dua karakter, dua hati, dua otak dan ruh yang hampir dapat dipastikan banyak ketidaksamaan yang akan ditemui oleh keduanya. Seorang manusia yang terkadang bisa saja tak paham akan suasana hatinya, sekarang malah dituntut untuk memahami hati orang lain?!
Kehidupan rumah tangga tak semuanya bisa dirasionalkan begitu saja, terkadang memerlukan proses kontemplasi yang rumit, memahami dunia baru, memahami suasana jiwa, logika, psikologis dan fisiologis yang bergulir bersama di dalam kehidupan rumah tangga. Kuliah S1 ternyata tak cukup membekali teori tentang 'siapakah laki-laki dan perempuan' dalam tataran teoritis maupun praktis. Tentunya kita kurang mampu memahami dunia pasangan kita, kecuali menempuh pembelajaran dan saling membantu untuk terbuka kepada pasangannya tentang apa yang dirasakan, kepedihan duka, kegembiraan, kecemburuan, kekecewaan, kebanggaan, keinginan, dan jutaan determinasi perasaan lainnya. Saling mencintai memerlukan proses pembelajaran. Saling membantu mengajarkan tentang diri sendiri, bahwa aku adalah makhluk Allah yang punya keinginan dan mestinya engkau mengerti keinginanku. Akan tetapi bahasan verbal tak senantiasa berhasil mengungkap hakikat perasaan.
Menikah adalah pilihan sadar setiap laki-laki dan perempuan dalam islam. Seorang laki-laki berhak menentukan pasangan hidup sebagaimana perempuan. Jika kemudian sepasang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk saling menerima dan sepakat melangsungkan pernikahan, atas alasan apakah satu pihak merasa terpaksa berada di samping pasangan hidupnya setelah resmi berumah tangga??!! Sebelum terjadinya akad nikah, pilihan masih terbuka lebar, akan tetapi setelah adanya akad nikah, adalah sebuah pengkhianatan terhadap makna akad itu sendiri apabila satu pihak senantiasa mencari-cari keburukan dan kesalahan pasangannya dengan merasa benar dan bersih sendiri. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyucian diri, terlebih lagi tindakannya tersebut akan menumbuhkan benih-benih kebencian dalam hati terhadap seseorang yang telah menjadi pilihannya. Allah ta'ala berfirman:
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
"Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa." (QS. An Najm: 32).
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
"Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena walaupun dirinya membenci salah satu perangainya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya." (HR. Muslim nomor 2672)
Imam An Nawawi mengatakan, "Yang benar, hadits ini merupakan larangan bagi seorang suami agar tidak membenci istrinya, karena apabila istrinya memiliki perangai yang tidak disenanginya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya, misalnya istrinya memiliki akhlak yang jelek, akan tetapi mungkin saja dia komitmen terhadap agama, memiliki paras yang cantik, mampu menjaga diri, lembut atau yang semisalnya." (Syarh Shahih Muslim, 5/209).
لِأَنَّهُ إِنْ وَجَدَ فِيهَا خُلُقًا يُكْرَه وَجَدَ فِيهَا خُلُقًا مَرْضِيًّا بِأَنْ تَكُون شَرِسَة الْخُلُق لَكِنَّهَا دَيِّنَة أَوْ جَمِيلَة أَوْ عَفِيفَة أَوْ رَفِيقَة بِهِ أَوْ نَحْو ذَلِكَ
Memang ada pilihan lain yang dicontohkan shahabiyah Habibah binti Sahl ketika menemukan kebuntuan dalam rumah tangga sehingga dirinya mengajukan khulu'. Nabi pun memberikan jalan keluar (HR. Malik nomor 1032; Abu Dawud nomor 1900, 1901; An Nasaa'i nomor 3408; Ibnu Majah nomor 2047; Ahmad nomor 26173; dishahihkan oleh Al 'Allamah Al Albani dalam Al Irwa', 7/102-103, Shahih Sunan Abu Dawud nomor 1929). Namun, cerai bukanlah jalan pertama yang harus ditempuh, sebab proses belajar menerima dan mencintai harus terjadi dan ditempuh terlebih dahulu. Karena tujuan kita menikah adalah ibadah, mengabdi pada Allah dan mencapai keridhoan-Nya. Sedangkan hasil akhir dari ibadah itu sendiri adalah mencapai tingkat ketakwaan atau pemeliharaan diri dari segala kemaksiatan, yang akan membawa pemiliknya merengkuh ridho Allah. Berbagai upaya akan ditempuh oleh orang yang ingin mencapai derajat ketakwaan, tidak terkecuali melalui pernikahan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَن
"Bertakwalah kamu dimanapun kamu berada, bila kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus, lalu pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik." (HR. Tirmidzi nomor 1910; dihasankan Syaikh Al Albani dalam Al Misykah nomor 5083, Ar Raudlun Nadhir nomor 855, Shahih wadl Dhaif Sunan At Tirmidzi, 4/487)
Setiap pasangan hendaknya merenungkan bahwasanya ketika mereka menikah, mereka tinggal menyempurnakan "setengah ketakwaan", apakah "setengah ketakwaan" yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka hendak disia-siakan?
Mari kita belajar membentuk bahtera rumah tangga yang mampu berlayar merengkuh keridhoaan-Nya. Bertakwalah kepada Allah dalam setiap mengambil keputusan dan bersabarlah menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan kita, karena tak ada manusia yang sempurna, teruslah bermuhasabah diri. Mudah-mudahan dengan kesabaran kita, Allah akan memudahkan dan memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga kita. Teruslah berusaha melaksanakan semua kewajiban yang Allah bebankan pada kita dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada, Allah-lah sumber kekuatan kita, dengan mengharap ridha-Nya dan cinta-Nya. Berjanjilah, mulai hari ini, bahwa keindahan hidup rumah tangga pada mulanya berasal dari kesadaran anda akan janji besar ini! Dengan demikian, semoga kita mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dengan pasangan beserta anak-anak kita dalam jannah-Nya. Amiin...
***
Penulis: Ummu 'Umair dan Abu 'Umair

Sumber: www.muslim.or.id

Alhamdulillah...setelah browsing2 gak karuan arah dan tujuannya, akhirnya saya mengganti template di blog saya. Hanya ingin mencari suasana yang baru...bukankah kita harus mengadakan perubahan tapi tentunya ke arah yang lebih baik.