Minggu tanggal 22 Maret 2009, seperti yang telah kita rencanakan yaitu berangkat kondangan ke tempat salah satu teman kantor yang hari itu mengucapkan akad nikah alias MENIKAH di Cilacap secara bergerombol alias rombongan. Jam 09.30, saya berangkat ke rumah Desty karena seperti yang telah di rencakan juga untuk pengumpulan orang-orang yang mau ngikut kondangan adalah tempatnya di sana.


Sampai disana sudah banyak teman-teman yang dateng sembari duduk dan menikmati makanan yang sudah disediakan oleh tuan rumah alias juga DESTY, melihat teman-teman yang memakai batik dan bersepatu lengkap (tanpa laras panjang tentunya, karena larasnya pendek-pendek...hwa...hwa...apaan tuh) sempat hati ini menciut karena baju yang menempel di tubuh saya hanya sehelai benang (waks....maksudnya..???^&$@%%&$&^) alias juga hanya kemeja dan sepasang sandal yang agak sopan tentunya dan bukan sandal jepit (jepit rambutkah..?? atau jeput kertas.atau jepit itu kan sinonim dari sunat...??? waksss itu mah sepit -red baca : sebutan untuk sunat di daerah saya).

Dengan ketegaran hati,saya masuk dan menduduki kursi yang masih kosong (masak seh harus pangku-pangkuan...kan ga enak badan alias panas dingin), setelah duduk dan melirik ke kanan dan kekiri...hal yang pertam saya lakukan adalah mengambil air minum yang sudah di campur sirup berwarna kemerahan dan sepotong pisang goreng.

hap...
hap...
hap...

satu gelas dan sepotong pisang goreng sudah ludes termakan dan mulai mengantri masuk ke kerongkongan dan lambung saya, tapi entah apa yang saya rasakan...rasa lapar itu belum juga hilang akhirnya dengan keberanian yang memuncak (bukan hanya kenikmatan saya yang bisa memuncak) saya ambil kembali makanan yang ada di depan saya.

Tak lama setelah saya habis melahap beberapa makanan, waktu untk berangkat menuju cilacap datang juga. Ada kendaraan yang akan di gunakan kereta api tanpa gerbong dan kepala, kapal laut, serta bajaj (waks....apaan lagi nih) maaf teman-teman ketiga kendaraan itu adalah hasil rekayasa dari pemikiran saya yang sedang mabok....mabok pisang goreng ??$@$$$@

Di mobil yang saya tumpangi, ada beberapa teman-teman yang kebanyakan adalah berjenis kelamin wanita. Oleh karena itu dan karena naluri teman saya yang wanita adalah ngemil...alhasil mobil yang saya tumpangi memang penuh...penuh dengan makanan. Teman saya yang dari kampoeng Purbalingga bawa dukuh satu keranjang, desty bawa satu ranjang pisang,reni bawa satu drum coca cola zero (ups...boleh ngiklan dikit yah) biar kita-kita yang di mobil berasa terbang melayang....

Perjalanan Purwokerto - Cilacap memakan waktu 4 hari 3 malam (kalo lewat jakarta dan menyeberang ke Pulau Sumatra dan balik ke Purwokerto lalu menuju Cilacap) tapi Alhamdulilah pikiran kita-kita semua masih beres yang ga memilih jalan atau rute yang menyesatkan itu....dan kenyataan di lapangan bahwa waktu yang kita habiskan untuk sampau di tempat teman kita yang sedang berbahagia menanti malam pertamanya adalah 1,5 jam.

Selama di perjalanan, teman saya desty sering berceloteh
1...
2...
3...
dst...
saya balik bertanya
"Des, kamu lage ngapain...? kok ngitung 1,2, dan seterusnya" pikiran saya dia sedang menghitung pohon atau daun yang berserakan di jalan (wakkks...)
"nggak kris, aku cuma lage ngitung orang gila yang kita temui di jalan"
"wakkkkssss....."saya dan teman-teman yang lain hanya melongo liat tingkah konyol desty
'waduh, kayaknya kamu yang lebih gila deh kalo dibandingkan orang gila yang kamu itung"

1,5 jam sudah kami lalui..dan tibalah di tempat yang kami tuju. Hanya beberapa menit kita duduk dan makan, setelah merasa cukup kenyang kami pun pergi. Pergi ke rencana kedua.....PANTAI.......yang letaknya ga terlalu jauh dari tempat kondangan. Sampai disana, langsung deh tanpa basa-basi langsung terjun dan memeluk ombak...alias berenang..berlari...layaknya sedang syuting pelem india tanpa mengingat kalo saya tak bawa baju ganti. Dengan celana yang basah kuyup, kita melanjutkan perjalanan pulang dengan sisa-sisa tenaga yang masih serta makan waktu yang sama 1.5 jam lebih dan kurang sedikit (anda yang hitung yah..!!) kita semua sampai di rumah desty kembali dengan selamat.

Langsung deh cabut ke rumah masing-masing...sampai di rumah ada sesuatu yang menyerang...SAYA KENA FLU....!!!!! hixs...hixs...dan harus bolos kerja satu hari (seneng juga seh..bisa di manfaatkan untuk kirim-kirim surat lamaran ke perusahaan yang lain..wakkssss dasar pengkhianat perusahaan...tapi ga apa-apalah..)

Stasiun Kereta Api 1

Stasiun Kereta Api 2

Festival Kenthongan 1

Festival Kenthongan 2

Jl Jend Soedirman waktu pagi

Jl Jend Soedirman waktu pagi 2

Jl Jend Soedirman waktu pagi 3

Jl Jend Soedirman waktu pagi 4

Masih inget makanan apakah ini...?

Perempatan Buntu

Angkot Purwokerto

Lapangan Golf (walopun ga pernah maen golf...hi...hi..)

Universitas Jend Soedirman

Depan Unsoed (Universitas Jend Soedirman)

JL A. Yani (Perempatan Jl Masjid)

Jl Overste Isdiman (deket Perempatan DKT)

Mendoan (Makanan Khas Purwokerto) hm....jadi laper

Jl Jend Soedirman

Jl Dr Angka

Lokawisata Baturaden

Jalan Merdeka (Samping Bank Indonesia)

Purwokerto adalah ibukota kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Kepala daerah kabupaten Banyumas saat ini adalah Drs. H. Mardjoko MM. Purwokerto terletak di selatan Gunung Slamet, salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau Jawa. Selain menjadi pusat pemerintahan karena menjadi pusat koordinasi daerah Jawa Tengah bagian Barat Bakorlin III, Purwokerto juga merupakan pusat perdagangan dan pendidikan karena memiliki lebih dari 17 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta,juga menjadi sentra bisnis yang berkembang, terutama untuk Jawa Tengah bagian barat. Di kota ini ada sebuah objek wisata yang sangat terkenal yaitu Baturraden.

Salah satu jalan utama di Purwokerto.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Banyumasan. Bahasa ini merupakan bahasa kebanggaan yang patut untuk dilestarikan dan dihargai. Dialek dan budaya masyarakatnya memperkaya keanekaragaman Indonesia.

Perkembangan terakhir adalah munculnya wacana untuk mengubah Purwokerto menjadi kota, tetapi masih terjadi tarik ulur di kalangan DPRD Banyumas.

Purwokerto saat ini memiliki 17 perguruan tinggi, di antaranya (diurutkan berdasarkan abjad) adalah

  • Akademi Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi,
  • Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK),
  • Akademi Pariwisata (Akparis) Purwokerto,
  • Akademi Perawat Kesehatan,
  • Akademi Perhotelan dan Pariwisata Muhammadiyah,
  • Akademi Pertanian Purwokerto,
  • Akademi Teknik Wiworotomo,
  • Politeknik Ma'arif Purwokerto,
  • Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB),
  • Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Satria Purwokerto,
  • Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Negeri (STAIN),
  • Univesitas Terbuka Tutorial Purwokerto (UTTP),
  • Universitas Jenderal Soedirman,
  • Universitas Muhammadiyah Purwokerto,
  • Universitas Wijayakusuma (Unwiku),

Di bidang musik, Purwokerto telah menyumbang beberapa warganya di pentas nasional, antara lain Titik Sandora yang cukup terkenal di tahun 70-an. Lalu muncul Eric yang menyanyi bersama Melly Goeslaw untuk film AADC. Musik indie mengalami perkembangan pesat di sini dengan banyak artis potensial seperti Soul Saver, The Telephone, Stadium 12, dan mungkin yang belakangan sering terdengar, Tunas Bangsa Simphony. Komunitas mereka tergolong solid dan semakin terbantu dengan adanya webzine rawdep.com

Penulis : Bamby Cahyadi

Ayah seorang tukang jahit. Beliau sangat bersahaja. Kesehariannya selalu dihabiskan di sebuah kios kecil, tepat di depan pintu rumah. Apabila order lagi sepi, ayah mencari order keliling, sehingga ayah dikenal juga sebagai tukang jahit keliling oleh warga setempat.

Rumah kami berada di Kampung Zaitun. Rumah yang sebagian besar dindingnya tanpa plesteran semen ini, lebih mirip sebuah kotak pembungkus televisi besar. Hanya ada sebuah pintu masuk, satu buah jendela tepat di samping pintu, dan dua buah lagi jendela kamar. Tidak ada pintu belakang, karena tepat di belakang rumah kami berdiri juga rumah-rumah warga lain yang tidak kalah kumuhnya dengan rumah kami. Sangat rapat.

Kios tempat ayah bekerja untuk menjahit adalah ruang tamu, yang disekat menjadi dua bagian sekatan yang agak besar menjadi tempat ayah bekerja, menjahit baju pesanan langganannya.

Udara di luar rumah sangat panas. Hawa panas sampai menusuk ubun-ubun kepala. Mungkin akibat dominasi iklim laut. Iklim di tanah Palestina memang berubah-ubah, antara iklim laut tengah dan iklim gurun. Kendati demikian, pada masa-masa tertentu, iklim gurun pasir juga mempengaruhi iklim keseluruhan.

Kampung Zaitun berada di Jalur Gaza. Ada beberapa kota yang berada di Jalur Gaza, di Gaza utara ada kota Beit Hanoun dan Beit Lahiya, di bagian Timur Jalur Gaza juga banyak perkampungan.

Karena kampung kami berbatasan langsung dengan Negara Yahudi Israel, kondisinya sangat menakutkan dan berbahaya. Peristiwa memilukan sering kami saksikan dengan mata kepala. Beberapa ruas jalan utama setiap hari diblokade oleh Pasukan Israel dengan persenjataan lengkap.

Mereka sering bentrok dengan orang-orang dewasa ataupun anak-anak tanggung, bahkan dengan anak kecil seusiaku, bentrokan sering memakan korban jiwa.


***


Sebagian besar teman-teman seusiaku sudah tidak punya orangtua, ayah atau ibu mereka tewas akabat kekejaman tentara Israel.

Makanya aku sangat sayang dan hormat kepada ayah. Beliau tidak banyak berbicara dan sangat melindungi kami. Ibuku, aku, dan adikku.

Namaku Jamal, Jamal Ahmad Fayyad. Usiaku sekarang baru 7 tahun. Adikku Fatimah Shafiyah. Ayahku sering dipanggil orang dengan sebutan Mister Taylor, nama profesinya, nama sebenarnya Mohammad Al-Fayyad. Ibuku bernama Siti Aisyah Mish'al.

Sering aku membayangkan hidup tanpa seorang ayah, aku paling sedih kalau mendengar cerita tentang teman-temanku yang kehilangan ayahnya karena pertempuran dengan pasukan Israel. Sebagian besar orang dewasa dan remaja memilih bergabung dengan Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas yang menguasai seluruh Jalur Gaza.

Hari ini aku malas untuk bermain di luar rumah. Biasanya menjelang siang setelah sekolah, pasti aku, Abbas, Ali, Salam, dan Yunus bermainan petak umpet dan perang-perangan dekat tembok pembatas. Kali ini aku memilih tinggal di rumah, sambil melihat ayah yang asyik sendiri dengan mesin jahitnya. Ibu di kamar mengipasi Fatimah yang tidur kepanasan.

"Jamal, coba kamu ke sini sebentar," ayah memanggilku.

"Ada apa, yah?" tanyaku.

"Temanin ayah ke pasar," katanya sambil merapihkan sisa-sisa potongan kain.

"Asyik, nanti beliin Jamal mainan ya," aku berseru kegirangan. Biasanya kalau ke pasar, aku minta dibeliin mainan.

"Khan mainanmu masih banyak," balas ayah memandangku.

Aku menunduk. Benar juga mainanku banyak. Semua mainan disimpan dengan amat rapih oleh ibu dalam sebuah kotak kayu besar.

Selesai shalat Dzuhur, kami sudah bersiap. Ayah mengambil sehelai Kafiyeh dan dilingkarkan di kepalanya. "Mirip Yasser Arafat," batinku. Tapi Yasser Arafat waktu berumur 38 tahun.

"Ayo kita jalan sekarang," ayah langsung memegang tanganku. Ibu mengantarkan kami sampai ke depan pintu dan kemudian menutupnya rapat.

Jalanan siang ini tidak terlalu ramai oleh lalu lalang orang. Sebagian orang bergerombol di kedai-kedai atau di depan rumah yang berkanopi sambil ngobrol.

Kami berjalan kaki. Ayah masih menuntunku. Tangannya memegang erat tanganku. Padahal aku ingin tanganku jangan dipegang, biar aku bisa jalan sambil berlari-lari atau menendang-nendang batu di jalanan yang berdebu.

Tetapi keinginan itu tidak aku sampaikan. Aku memandang wajahnya, wajah selalu serius. Menyadari aku menatapnya, ayah tersenyum.

"Kenapa lihat-lihat ayah?" tanyanya.

"Ayah keringatan tuh," balasku. Beliau hanya tersenyum, sambil menyusutkan keringat di dahinya dengan kafiyeh.

"Kamu kepanasan juga ya, nanti di pasar ayah akan belikan jus dingin biar kamu segar," rayu ayahku. Mungkin ayah pikir aku memandang dia karena kesal di ajak jalan ke pasar siang-siang.

Tujuan kami adalah pasar Wahd, pasar yang paling ramai dan lengkap di kawasan Jalur Gaza. Pasar masih agak jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki.

Sesekali tanganku dilepas ayah, kemudian dipegang lagi. Tadi tangan kanan, sekarang tangan kiri. Aku senang punya ayah sebaik Mister Taylor ini. Aku tidak akan berpisah dengannya. Aku membutuhkannya. Aku pandang lagi wajahnya.


***


Tiba-tiba dari arah depan kami, banyak orang-orang berlarian. Aku dan ayah menepi ke atas trotoar. Sebagian dari yang berlarian itu terlihat berdarah-darah.

Ayah langsung memelukku dan menggendong tubuhku. Ayah mencari celah untuk bersembunyi. Kami akhirnya menemukan sebuah pot bunga besar di atas trotoar jalan.

Teriakan orang-orang menjadi lebih panik. Aku melihat tank-tank tentara Israel sudah mulai mendekat ke arah kami, suara tank-tank itu bergemuruh. Ayah tercekat. Di udara, Helikopter serbu tentara Israel meraung-raung.

Di sebelah jalan, aku melihat beberapa pejuang sedang berusaha menembakkan roket RPG, aku hafal karena jenis roket tersebut sering kami lihat dipakai oleh para pejuang.

Roket RPG diluncurkan ke arah helikopter, tetapi tidak mengenai sasaran. Balasan tembakan dari helikopter kemudian berdesing-desing di kuping. Aku menutup mata dan telinga. Ayah semakin rapat memelukku di balik pot bunga besar.

Beberapa rentetan tembakan membahana membelah siang yang panas. Keadaan sekeliling kami kocar-kacir. Akibat tembakan roket RPG, tentara Israel yang menggunakan tank kemudian membombardir jalanan.

Beberapa orang mulai melempar bom-bom Molotov ke arah tank. Pejuang Palestina terdesak di jalanan, aku bahkan melihat tiga tubuh tergolek bersimbah darah.

Aku tahu, ayahku bukan penakut. Dia sedang membela dan melindungi aku dari situasi pertempuran ini. Tubuhnya basah oleh keringat. Sekali-kali dia beristighfar dan menyebut asma Allah.

Deru tank-tank Israel semakin terdengar, pertanda semakin dekat dengan tempat posisi kami bersembunyi. Tembakan mortir juga memekakan telinga. Menghancurkan rumah-rumah dan gedung yang berada di sepanjang jalan menuju pasar.

Suasana hingar-bingar mendadak senyap. Ayah dan aku masih berjongkok, bersembunyi.

Tiba-tiba, ada suara lantang yang mengagetkan kami.

"Hai, ke luar kalian dan angkat tangan!" hardik tentara Israel yang tiba-tiba sudah berada di depan kami.

Ayah tetap memeluk aku. Aku ketakutan luar biasa.

"Lepaskan anak itu!" kali ini tentara Israel sudah berjumlah tiga orang.

"Ini anak saya, biarkan kami pergi," teriak ayahku kepada tentara Israel.

"Ngapain kalian di sini?" bentak seorang tentara berkumis tebal.

"Saya mau ke Pasar Wahd, dan kami terjebak dalam pertempuran ini," jawab ayah tanpa terdengar takut.

"Cepat kalian pergi," kata tentara lainnya.

Ayah cepat-cepat memegang aku, untuk pergi. Aku sangat curiga dengan perilaku ketiga tentara Israel ini. Mereka bersenjata lengkap, bahkan moncong senjatanya selalu mengarah ke muka kami.

Ayah berjalan cepat ke arah jalan menuju rumah kami, tanganku dipegang sangat erat. Ayah berjalan terus memandang ke depan. Aku berjalan sesekali kepalaku melihat-lihat ke belakang.

Ya, Allah! Aku terkesiap, saat aku memandang ke belakang, tiga tentara itu sedang bersiap mengarahkan senjatanya ke arah kami, mereka telah mengokang senjata itu dan siap tembak.

"Tembak!" perintah seorang dari mereka.

Senjata laras panjang itu menyalak. Dengan refleks, aku melepaskan tangan dari pegangan ayah. Aku berlari ke arah peluru yang sedang meluncur ke arah ayah. Keberanianku muncul, aku tidak mau kehilangan ayah, aku tidak mau ayah meninggal dibunuh tentara Israel.

Berondongan tembakan mengenai seluruh tubuhku. Ayah langsung berteriak memegang tubuhku yang hendak jatuh ke bumi. Aku tidak merasakan apa-apa, saat tubuhku tergolek dipangkuan ayah. Ayah menangis meraung-raung. Aku berusaha memegang wajah ayahku. Tapi tidak pernah sampai. Aku hanya tidak mau kehilangan ayahku. Aku tahu, betapa sedih teman-temanku yang ditinggal mati seorang ayah. Namaku Jamal Ahmad Fayyad bin Mohammad Al-Fayyad. Aku tameng untuk ayahku tercinta.